-->
https://www.batmanteacher.com/

Followers

Assessmen Diagnostik Nonkognitif yang Tak Biasa

 

Diary Sang Guru -

Hari ini adalah hari yang penuh semangat, karena sebagai seorang guru, akumendapat tugas dengan kurikulum baru untuk melaksanakan assesmen diagnostik nonkognitif kepada murid-murid. Sembari menyiapkan segala perangkat untuk sesi diagnostik, aku tidak sabar untuk mendengar impian dan cita-cita mereka.

Kelas sudah ramai ketika bel berbunyi. "Anak-anak, hari ini kita akan saling mengenal data diri, kesukaan, dan cita-cita kalian," ucapku sambil tersenyum dan menyerahkan selembar kertas.

"Silakan isi nama lengkapmu, nama panggilan, hobbi dan cita-cita kaliah dalam kertas ini." kataku sambil menyerahkan kertas pada satu-persatu siswa.


Beberapa anak mulai menulis sesuai instruksi, ada beberapa anak yang terdiam tanpa tau harus berbuat apa. Aku dekati yang diam saja, rupanya dia belum bisa menulis. Dari ini aku sudah dapat melakukan diagnostik awal bagaimana kemampuan menulis siswa.




Selesai mengisi lembar perkenalan, aku tanyakan satu tentang data yang ditulisnya.

"Ayo bacakan hasinya, Nak."

Dengan membacakan hasilnya, aku akan tau siapa saja anak yang sudah lancar membaca dan siapa yang masih perlu bimbingan untuk kesiapan belajar mereka.

"Aku suka banget olahraga, Bu Guru! Aku ingin jadi dokter supaya bisa menyembuhkan orang yang sakit," ujar Ani, dengan mata berbinar penuh semangat.

"Bagus, Ani! Menjadi dokter adalah cita-cita yang mulia," pujiku sambil mencatat informasi penting tentangnya.

Tak berhenti sampai di situ, Rahmat, dengan penuh percaya diri berkata, "Saya ingin jadi polisi, Bu Guru! Biar bisa jaga keamanan di negeri ini."

"Keren, Rahmat! Kita butuh polisi yang berdedikasi seperti kamu," tanggapku antusias.

Suasana semakin hidup saat giliran Rini, "Saya ingin jadi pilot, Bu Guru! Terbang tinggi dan menjelajahi dunia!"

"Bagus, Rini! Kamu pasti bisa mencapainya dengan kerja keras dan tekad yang kuat," ujarku memberi semangat.

Namun, detik-detik berikutnya, ada seorang anak yang belum mengungkapkan cita-citanya. Pandanganku tertujuke arahnya, dan dia terlihat agak ragu-ragu. Aku memutuskan untuk memberinya kesempatan.

"Bagaimana denganmu, Joko? Apa cita-citamu?" tanyaku lembut.

Joko pun memandangku dengan mata yang bersinar penuh keyakinan. "Bu Guru, saya ingin jadi sopir bus!" ucapnya mantap.

Beberapa teman sekelasnya sedikit terkejut, aku tersenyum mengapresiasi jawaban Joko. "Hebat, Joko! Menjadi sopir bus juga adalah cita-cita yang istimewa. Kamu akan membantu banyak orang untuk berpindah tempat dengan aman dan nyaman," kataku dengan bangga. Baru kali ini muridku memiliki cita-cita yang anti mainstream. Biasanya jawaban mereka seragam, kalau gak dokter, ya pilot, polisi, tentara, bahkan presiden. Yang bercita-cita jadi guru hanya satu orang saja. entahlah, setiap tahun saat kutanya cita-cita, pilihan guru lebih sedikit peminatnya di hati anak-anak. Dan baru kali ini ada anak yang berani memilih cita-cita yang tidak jauh dari yang mereka lihat di sekitar. Dan ini berkesan sekali buatku.

Setelah semua informasi terkumpul, aku memilih momen yang tepat untuk berbicara tentang arti dari setiap cita-cita tersebut. "Anak-anak, kalian semua punya impian yang luar biasa. Menjadi dokter, polisi, pilot, dan sopir bus, semuanya memiliki peran penting dalam masyarakat. Meskipun profesi berbeda, kalian dapat memberikan dampak positif kepada banyak orang."

"Apa pun cita-citamu, penting untuk selalu berusaha dan belajar dengan sungguh-sungguh. Jangan pernah meremehkan impianmu, karena siapa tahu impianmu akan membawa kebahagiaan dan manfaat bagi orang banyak," sambungku.

Mereka mengangguk-angguk mengerti, dan di wajah mereka terpancar semangat dan determinasi. Mereka memahami bahwa setiap profesi memiliki nilai dan kehormatan masing-masing.

Sesi diagnostik nonkognitif hari ini memberi pelajaran berharga, bahwa apa pun cita-cita yang kita miliki, selama kita berusaha dengan tekad dan integritas, kita bisa menjadi pribadi yang bermanfaat bagi diri kita sendiri dan lingkungan sekitar. Dan, satu hal yang pasti, keunikan dan keberagaman cita-cita di kelas ini, telah membuka mataku dan teman-teman lainnya tentang bagaimana setiap orang dapat berkontribusi dan berarti dalam cara mereka sendiri. Ini adalah momen yang akan selalu kuingat, karena dari anak-anak inilah aku mendapatkan inspirasi dan kekuatan untuk terus menjadi guru yang baik.


#DiarySangGuru #Diarysangguru

#Nama Disamarkan

Related Posts
Widayanti Rose
Teacher, Writer, bussiness women, and Trainer

Related Posts

Post a Comment