-->
https://www.batmanteacher.com/

Followers

Perempuan Suamimu

        

 

"Aku gak kuat lagi, Dek." tangis Dewi saat memelukku. Kubiarkan tangisnya tumpah di pundakku dengan deburan ombak yang sesekali mengaburkan suara isaknya. Saat tangisnya reda, aku tatap matanya. Kulihat kesedihan mendalam. Entah apa yang membuatnya mendatangiku dengan air mata.

 



       

"Ceritakan ada apa mbak?" Tanyaku dengan berusaha tenang.

"Ini soal Ayu, temanmu yang waktu itu kau kenalkan saat kamu ke rumah dulu." Tangisnya kembali pecah, aku berusaha menenangkannya kembali.

"Ayu?" Dia mengangguk "Kenapa dengan Ayu?"

"Tadi aku bertengkar dengan mas Adam, gara-gara Ayu. Sebenarnya aku sudah curiga sejak dulu, sikap mas Adam yang berubah. Dia jadi makin sering menyendiri dengan ponselnya, biasanya dia tidak pernah begitu. Saat di rumah, dia biasa menaruh hp nya di sembarang tempat. Akhir-akhir ini dia sering menyimpannya. Jadi lebih sering di luar dari pada sekedar menenami Ilham belajar. Ternyata..." dia menghentikan kata-katanya sembari menghela nafas, dadaku ikut bergemuruh mendengar ceritanya "kemarin aku baca sms di hp mas Adam. Isinya begini, mas aku ke tempatmu ya. Kangen banget..." dadaku ikut sesak membayangkannya, pasti Dewi sakit banget  mendapatkan itu semua.

"Nomernya tidak tersimpan, aku hapus sms itu sebelum mas Adam membacanya. Lalu dengan menggunakan hp tetanggaku aku mencoba melacak siapa pemilik nomer itu. Ternyata dia Ayu, anak pak lurah itu. Dan saat tadi aku tanyakan mas Adam, dia mengelak tidak ada hubungan apa-apa, sampai kami bertengkar dan aku memutuskan menemuimu."

Apa? Ayu? Ayu sahabat baikku? Dewi kembali memelukku, aku hanya bisa diam terpaku dengan sesekali menyibak jilbab yang menutup wajahnya saat diterpa angin.

Aku kenal betul siapa mas Adam, selama ini dia lelaki yang tidak banyak tingkah, boleh dibilang dia tipe suami yang sayang pada keluarga. Dan Ayu temanku yang sesuai dengan namanya. Parasnya yang ayu seringkali menjadi rebutan para lelaki. Dia adalah perempuan yang waktu itu ikut menemaniku saat mengantarkan seragam pesanan teman kantor ke rumah mas Adam. 

Hanya waktu itu saja, bahkan aku tidak tau jika di antara mereka ada komunikasi sesudahnya. Baik mas Adam atau Ayu tidak pernah bercerita tentang itu.

Pernah Ayu bertanya, bagaimana jika seandainya kita mencintai laki-laki yang sudah beristri? Aku jawab dengan acuh, emang tidak ada laki-laki lain apa? Dia hanya manyun tidak melanjutkan. Aku tidak menyangka jika pertanyaan itu ada hubungannya dengan isi hatinya. Apa Ayu mencintai mas Adam, suami Dewi? Bukankah selama ini ada Febri yang selalu setia menunggunya, ada Hari yang mengejar-ngejarnya bahkan Furqon putra pak Camatpun jatuh cinta padanya. Kenapa harus mas Adam? Ah, ada kesal yang mulai terasa di hatiku.

"Mbak Yakin itu Ayu? setahuku mas Adam dan Ayu tidak pernah saling bertukar nomer. Bukankah mereka hanya bertemu waktu itu?" Aku masih berusaha menepis kalau itu bukan Ayu.

"Ini lihat." Dewi mengambil hp dalam sakunya, dia buka galeri foto yang berisi Screenshoot sms itu. "Ini nomer Ayu kan?" 

Kubaca dan kuamati nomernya, ah! Ternyata benar itu nomer Ayu. Kapan mereka saling tukar nomer ya, padahal saat itu mereka tidak terlalu saling sapa? Bodohnya aku sampai tidak tau ini semua, selama ini Ayu temanku yang paling dekat dari yang lain. Kenapa aku bisa tidak tau hal besar ini?

"Benar kan, ini nomer Ayu?" Tanya Dewi yang mengangetkan lamunanku. Aku mengangguk ragu. Aku bingung harus berkata apa, mereka semua temanku. Satu sisi aku ikut merasa sakit saat di posisi Dewi, sisi yang lain Ayu adalah sahabat baikku yang selalu ada untukku.  Aku harus bagaimana?

"Mas Adam gak mungkin menghianati mbak," kataku berusaha dengan tegas, walau  mungkin kedengarannya aku mengatakannya dengan kurang yakin. "Dia sangat menyayangi mbak, setiap kali dia bicara yang dia ceritakan mesti mbak dan anak-anak." Kugenggam tangannya erat.

"Tapi kenyataannya..."

"Semua yang mbak lihat belum membuktikan apa-apa, itu hanya sms yang mungkin benar memang dari Ayu. Tapi percaya deh mbak, mas Adam hanya mencintai mbak. Dia tidak akan berpaling dan meninggalkan mbak dengan anak-anak." sekuat tenaga aku meyakinkan Dewi. Aku tidak mau sesuatu yang buruk menimpa rumah tangganya. Aku juga ikut bertanggung jawab atas semua ini. 

"Lalu bagaimana dengan Ayu? apa aku datangi ke rumahnya dan meminta untuk tidak lagi berhubungan dengan mas Adam?" Aduh, tiba-tiba saja kepalaku pusing mendengarnya, bisa dibayangkan jika sampai Dewi benar-benar melabrak Ayu. Tidak Tidak! Ini tidak boleh terjadi.

"Soal Ayu, biar aku yang ngurus. Mbak tenang aja, semua akan baik-baik saja. Tapi kumohon jangan sampai mbak kesana karena pasti rame." aku mulai panik walau berusaha setenang mungkin.

"Terserah, aku dah pasrah. Biar rame sekalian," jawabnya masih dengan kemarahan. Aku bisa melihat itu di matanya.

"Mbak percaya sama aku kan? Aku pasti akan bicara baik-baik dengan Ayu."

"Bener?" Aku mengangguk. 

"Terimakasih ya,, aku mohon banget. Maaf selalu merepotkanmu dengan curhatku."

"Tidak apa-apa, saya senang jika bisa membantumu. Saya ikut bahagia jika mbak dan mas Adam bahagia..." suaraku bergetar, mungkin aku ikut terbawa perasaan sehingga jadi sedikit emosional.

Dewi kembali memelukku, ada harapan yang dia titipkan di pundakku. Aku tidak boleh mengecewakannya, aku tidak mau mereka berdua tidak bahagia.

"Mbak pulanglah, mungkin mas Adam bingung mencari. Sepertinya dari tadi hp mbak bergetar." 

Sepulang Dewi, berjuta perasaan berkecamuk dalam hatiku. Aku kesal dengan sahabatku yang selama ini begitu dekat denganku, kenapa dia sampai merasahasiakan ini dariku. Mas Adam juga keterlaluan, masak dia jadi sering ada di luar rumah meninggalkan istri dan anak-anaknya? Ini tidak bisa dibiarkan.

Aku hubungi Ayu untuk datang ke rumahku. Seperti biasa, dia akan datang saat ini juga saat aku panggil. Itu yang tidak bisa aku lupa dari sahabatku, ah rasanya tak tega jika harus kusampaikan berita ini. Tapi bagaimanapun ini demi kebaikan bersama. Jika tidak, bisa jadi Dewi benar-benar akan mendatanginya. Dan itu buruk sekali.

"Maafkan aku..aku tidak bisa melawan perasaanku." Kali ini Ayu yang terisak di pelukanku. Dia bercerita semua, semuanya dari awal dia berhubungan dengan mas Adam sampai akhirnya dia jatuh cinta. Ah, aku tidak bisa sepenuhnya menyalahkannya. Siapa yang bisa mencegah saat cinta menyapa kita. Siapa yang mampu mengelak saat hati kita terpaut pada seseorang, yang walau kenyataannya seseorang itu telah menjadi milik orang lain? Jangankan seorang tentara, polisi atau presiden yang melarang, kita sendiripun tidak mampu menolak saat perasaan itu datang. 

"Ayu...aku mengerti perasaanmu." aku ikut terisak bersamanya, bagaimanapun juga Ayu sudah terlanjur suka.  

Hpku bergetar, sebuah pesan WhatsApp masuk, ku buka saat Ayu masih dalam pelukanku,  pesan dari mas Adam.

 "Terimakasih ya, telah menyelamatkan rumah tanggaku. Aku tidak tau lagi menjelaskan pada Dewi, bagaimana pula menghadapi Ayu. Sekarang aku bisa lebih tenang dengan keluargaku..."

Kuketik jawaban untuknya, "Berbahagialah!" hanya kalimat itu yang mampu kubalaskan.

Beberapa saat kemudian, kembali dia jawab "Tentu, aku pasti bahagia tanpa harus menghapus rasa sayangku padamu."

Ah, mas Adam. kalimat terakhirmu membuatku melambung. Kamu selalu membuat aku tidak bisa berpaling darimu, bahkan walau sudah ada Rony dalam hidupku. Aku tak pernah bisa menghapusnya dari hatiku. Rasa ini memang salah, tapi benar adanya. Aku juga menyayangimu, Mas. Masih dan akan selalu menyayangimu sebagai apapun. Batinku seraya mempererat pelukan Ayu.

Maafkan aku Dewi, Ayu, maafkan aku mas Rony.

 

Related Posts
Widayanti Rose
Teacher, Writer, bussiness women, and Trainer

Related Posts

3 comments

Cerita Elen's said…
Pingin tak unyel-unyel 😂😂😂
Anonymous said…
Suka endingnya. Penasaran sama proses perkenalan Ayu dan Adam, dan bagaimana awal mula tumbuh rasa.
Anonymous said…
Jangan-jangan ini Susi, perempuan Adam yang keempat.